Berhenti Bermain Peran Sebagai Tuhan,Anda Bukanlah Dia..

Ini serius,berapa banyak kita melihat atau bahkan mengalami fenomena ini? Bahasanya mulai berat ya pemirsahh..Tapi,saya rasa sesekali topik seperti ini tidak salah untuk kita pikirkan. Entah kita yang berada pada posisi pemeran "Tuhan" atau kita sebagai orang yang merasa diadili oleh sang "Tuhan" itu sendiri.
Dalam keseharian saya pribadi,ada banyak hal yang membuat saya memikirkan pernyataan yang saya tulis di atas.Banyak kejadian yang membuat saya sering berpikir dan mengumpat marah saat menghadapinya. Manusiawi sebenarnya..
Ketika saya dalam perjalanan menuju kantor atau sebaliknya,sering sekali berpapasan dengan orang yang membuat saya agak kehilangan ketenangan diri. Orang yang tiba-tiba menyebrang jalan tanpa menengok dan memastikan keadaan lalu lintas,membuat saya berpikir "Hei! Memangnya anda ga mati ya,klo tertabrak?" Jengkel sekali rasanya. Padahal ketabrak itu,minimal pasti merasa sakit lah di badan.Maksimalnya,ya mati..Atau kendaraan yang dengan seenaknya mengambil jalur hak orang lain.Memangnya ini jalan milik nenek moyangmu?Atau merasa bayar pajak paling besar,hingga merasa berhak melakukan hal itu?
Dalam sebuah hubungan,berapa banyak dari kita yang sering sekali bersikap sebagai tuhan kecil? Merasa dicintai sebegitu rupa,membuat kita merasa punya kendali besar dalam hubungan ini.Membuat kita merasa berhak memiliki dirinya sepenuhnya,memiliki waktunya seutuhnya,dan mengendalikan hidupnya. Merasa dicintai sebegitu rupa,membuat kita menjadi egois dan childish. Menuntut banyak dari orang yang mencintai kita,karena merasa berhak mendapatkannya.Ini cinta atau apa??
Dalam sebuah perpisahan dari ikatan yang sebelumnya disahkan secara agama dan negara,sering kita tidak sadar,ada hati yang lebih terluka karena kehilangan anak daripada kehilangan mantan pasangannya..Hak asuh yang didapatkan salah satu pihak,membuat dirinya merasa memiliki hak lebih.Merasa lebih pantas,lebih tinggi. Hingga berusaha menjauhkan sang anak dari mantan pasangan kita,bahkan mencoba membuat sang anak berbalik membenci salah satu pihak. Seteru yang seharusnya hanya mantan kita,malah bertambah satu sosok lagi. Berhentilah mencoba jadi Tuhan dalam perseteruan kalian..Sesalah apa pun,sejahat apa pun perbuatan yang pernah dilakukan mantan pasangan kita,tidak seharusnya membuat kita merasa berhak jadi Tuhan.
Dalam pekerjaan,saat kita jadi atasan atau pimpinan seberapa sering kita menimpakan kesalahan pada bawahan kita? Berpikir bahwa kegagalan yang diterima perusahaan adalah sepenuhnya akibat kinerja mereka yang tidak maksimal?Berhentilah menenempatkan diri kita sebagai Tuhan..Saat kita jadi pemimpin,semua hal baik kesuksesan maupun kegagalan adalah buah dari apa yang diupayakan semua pihak. Termasuk si pemimpin itu sendiri.
Ketika kita jadi orangtua,bukan berarti kita berhak atas segala segi dalam kehidupan anak-anak kita. Atas mimpi dan keinginan terbesarnya. Atas passion mereka yang sering kali kita lecehkan karena merasa lebih tahu,lebih tua,lebih berpengalaman.Hei...jaman yang kita lalui berbeda dengan apa yang mereka hadapi saat ini! Saya rasa,bertindak sebagai teman yang secara usia lebih matang dan bijak,lebih baik bagi anak-anak kita. Membantu dan mendorong mereka untuk melakukan hal terbaik,dan tetap menerima mereka sebagaimana adanya ketika mereka melakukan kesalahan. Karena dari kesalahanlah,mereka justru lebih banyak belajar tentang hidup itu sendiri.
So...mari berhenti bermain peran sebagai Tuhan. Kita bukan Dia. Apa yang Dia ketahui,apa yang Dia rencanakan ,itu semua melebihi dari apa yang mampu kita pikirkan. Mari jadi sebaik-baiknya manusia,tanpa menepikan rasa kemanusiaan itu sendiri..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Online Shop Branded 9to9: Niatnya Cari Yang Mudah

Review Film Nymphomaniac

Ngabisin Duit Buat Es Krim Haagen Dazs *Review*