Mengenalkan Anak Pada Kekecewaan

Tidak ada orang yang ingin kecewa. Termasuk anda dan saya. Tapi dalam hidup,suka atau tidak,kita akan bertemu dengan kekecewaan. Minimal sekali,bahkan bisa tak terhingga. Bagian paling sulit dari kecewa adalah,jika itu menimpa pada orang yang kita sayangi. Karena jika hanya terjadi pada kita,sebagai orang dewasa,rasanya kecewa adalah hal yang sudah sangat biasa kita temui.
Rasa sakit karena kecewa,lebih bisa dijalani oleh kita sebagai manusia yang sudah banyak usia.Namun hal yang masih tergolong baru bagi anak kita.
Saya agak bingung bagaimana menyampaikannya,ketika sesuatu yang disukai putri saya harus berhenti karena kondisi kesehatannya yang kurang memungkinkan. Bagaimana saya mengatakan padanya,tanpa membuat dia kehilangan kepercayaan diri dan antusiasmenya terhadap segala sesuatu?
Putri saya memang memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik pada sistem pernafasannya. Dia mewarisi hal itu dari ayahnya yang seorang perokok berat. Sebagai ibu,saya tidak membesarkannya sebagai seorang anak yang berbeda. Saya membebaskannya untuk melakukan apa saja yang dia sukai,namun tetap mewanti-wanti supaya dia tahu batas diri. Yang sayangnya,sebagai anak kecil,kadang luput dari kesadarannya. Dia mudah lelah dan sesak nafas jika beraktifitas secara berlebihan. Anak kecil mana yang kita kenal bisa mengendalikan semangatnya ketika bertemu dengan dunia??
Selayaknya anak-anak pada umumnya,putri saya termasuk anak yang aktif. Meski sebagai seorang ibu saya juga kuatir padanya,tapi saya tidak ingin dia tumbuh besar dengan rasa terintimidasi oleh penyakitnya.
Beberapa waktu belakangan ini,putri saya sibuk dengan latihan paskibra untuk acara perlombaan tingkat kota. Dia begitu bersemangat,meski harus capek latihan setiap hari sepulang sekolah,dan berpanas-panasan. Itu hal yang postif dan baik,kan? Maka saya tidak melarangnya. Dan dua minggu menjelang acara perlombaannya,putri saya tiba-tiba saja kembali terserang asma. Dia kecapekan dan kepanasan saat jam olahraga,lalu sesak nafas dan harus dilarikan ke klinik.
Dia mengabari saya,dan kami berkomunikasi biasa saja,karena serangan asma dan rasa lelahnya bukanlah hal baru bagi kami berdua. Putri saya lebih mengkuatirkan posisinya dalam tim,ketimbang serangan asmanya. Meski saya sudah berusaha menjelaskan padanya,dia tetap memaksa saya meminta agar bicara dengan gurunya untuk memperbolehkan dia ikut lomba. Akhirnya saya menyerah pada keinginannya.
Tapi,bukankah hidup tidak selalu sejalan dengan apa yang kita inginkan?
Meski putri saya ingin tetap ikut,guru dan pembinanya memutuskan untuk mengganti posisi anak saya. Saya bisa mengerti,sebagai orang dewasa,bahwa keputusan itu diambil bagi kebaikan semua anggota tim.  Tapi anak saya apa bisa memahami sampai ke situ?
Dia hanya anak kecil yang ingin berpartisipasi dengan sepenuh hati. Dan bukan salahnya juga kan,dia tidak sekuat anak-anak lainnya?
Jujur,saya sama sedihnya dengan putri saya. Bahkan dia mungkin lebih sedih. Dia sudah berusaha sejauh ini.
Nak,jangan pesimis terhadap hidupmu ya..masih ada kesempatan lainnya yang akan datang untuk kamu kelak.
Ingatlah,kamu dicintai bukan karena pencapaianmu. Kamu dicintai,karena kamu adalah kamu.
Love you,
Mom

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Online Shop Branded 9to9: Niatnya Cari Yang Mudah

Review Film Nymphomaniac

Ngabisin Duit Buat Es Krim Haagen Dazs *Review*