Emansipasi atau Eman si Sapi
"Makanan di tempat anu enak ya..kemarin gw udah nyobain."
"Iya,sih...Tapi itu kan harganya mahal ?!"
..........
Krik krik krik
Ga bisa jawab. Ya iyalah,soalnya situ kan ga merasakan bayar alias keluar uang. Yang bayar pasangannya. Dirimu tinggal datang,duduk,pesan dan makan. Beuh,nikmatnya hidup.
Ini semacam emansipasi bukan sih?!
Saya bukannya nyinyir,tapi ini semacam pesan buat anak saya saat dia besar nanti. Semoga kamu ga jadi wanita yang bikin Kartini malu,ya,Nak..
Lahir dikeluarga yang memiliki garis campuran alias ga jelas,bikin saya ngerasain yang namanya krisis identitas. Mama papa saya campuran antara Manado yang berkulit putih dengan cina Betawi yang coklat dan ga sipit. Lalu besar di lingkungan muslim hingga saya lulus SMA. Terlibat kegiatan ekskul dengan beragam kegiatan membumi banget. Dan sekarang saya bekerja didivisi yang isinya perempuan cina semua. Klo mau menggambarkan bentuk saya,kulit saya ga putih banget kayak cina,tapi orang mengatakan saya putih lah. Mata saya ga sipit. Makanya saya ga keliatan kayak cina. Penggunaan kacamata bikin mata saya jadi tambah keliatan belo. Kadang pasangan saya suka merasa saya lagi ngajak berantem kalau liatin dia dengan niat banget.
Berada di tengah perempuan putih-putih ini bikin saya kikuk-bukan,mereka bukan kunti atau pocong- Saya terbiasa bergaul dengan mereka yang berkulit coklat,mengerti rasanya main kotor-kotoran,dan tahu apa yang dinamakan berjuang untuk mendapatkan sesuatu. Di sini,saya kaget..saya ga mau disebut rasis,tapi saya juga bingung menamakan rasa ini apa'an?? Lagian,mau dibilang rasis juga gimana? Wong saya blasteran..dibilang cina iya,tapi ada unsur pribumi juga. Ibaratnya saya nih contoh nyata dari Bhineka Tunggal Ika,hehe..
Di sini,saya bertemu orang yang hidupnya dibesarkan dalam perlindungan orang tua dan hidup enak tinggal meminta dan menunggu pemberian orang tua. Cara mereka memandang orang lain yang bukan sesamanya pun kadang bikin saya ga nyaman. Saya sering merinding ketika ada orang lain mendefinisikan suatu ras atau warna kulit tertentu dengan intonasi berbeda dari biasanya.
Tapiiiii...,saya pun kebetulan punya pasangan berkulit coklat dan bukan cina. Pasangan saya ini kalau mau disebut rasis pun bisa dibilang begitu.Dia sering ga nyaman kalau mau belanja di store tertentu dan kebetulan dalamnya kebanyakan orang beda warna dengannya. Doi termasuk garis keras yang ga suka pada kaum saya,dan akhirnya kualat malah jatuh hati sama perempuan cina alias saya >___<
Saya terbiasa mendidik diri saya untuk tidak merendah pada kaum pria. Dan itu termasuk ketika keluar makan dengan pasangan,tidak selalu dia yang membayari atau keluar uang. Kadang saya yang membayar,dan membelikannya sesuatu yang berharga cukup mahal. Makanya saya agak syok culture,ketika bertemu dengan mereka yang tahunya tinggal terima beres. Seolah perempuan adalah subjek yang tahunya enak aja. Saya justru malu pada diri sendiri jika seperti itu.Merasa bahwa saya dibawa dan dibayari untuk setiap tindakan,lebih seperti perempuan pajangan. Bukan pasangan. Kecuali dalam ikatan pernikahan,ya..itu beda lagi kasusnya. Biasanya pihak perempuanlah yang menangani masalah pembayaran,karena uang suami sudah disetor atau diambil paksa oleh istrinya ^_^
"Iya,sih...Tapi itu kan harganya mahal ?!"
..........
Krik krik krik
Ga bisa jawab. Ya iyalah,soalnya situ kan ga merasakan bayar alias keluar uang. Yang bayar pasangannya. Dirimu tinggal datang,duduk,pesan dan makan. Beuh,nikmatnya hidup.
Ini semacam emansipasi bukan sih?!
Saya bukannya nyinyir,tapi ini semacam pesan buat anak saya saat dia besar nanti. Semoga kamu ga jadi wanita yang bikin Kartini malu,ya,Nak..
Lahir dikeluarga yang memiliki garis campuran alias ga jelas,bikin saya ngerasain yang namanya krisis identitas. Mama papa saya campuran antara Manado yang berkulit putih dengan cina Betawi yang coklat dan ga sipit. Lalu besar di lingkungan muslim hingga saya lulus SMA. Terlibat kegiatan ekskul dengan beragam kegiatan membumi banget. Dan sekarang saya bekerja didivisi yang isinya perempuan cina semua. Klo mau menggambarkan bentuk saya,kulit saya ga putih banget kayak cina,tapi orang mengatakan saya putih lah. Mata saya ga sipit. Makanya saya ga keliatan kayak cina. Penggunaan kacamata bikin mata saya jadi tambah keliatan belo. Kadang pasangan saya suka merasa saya lagi ngajak berantem kalau liatin dia dengan niat banget.
Berada di tengah perempuan putih-putih ini bikin saya kikuk-bukan,mereka bukan kunti atau pocong- Saya terbiasa bergaul dengan mereka yang berkulit coklat,mengerti rasanya main kotor-kotoran,dan tahu apa yang dinamakan berjuang untuk mendapatkan sesuatu. Di sini,saya kaget..saya ga mau disebut rasis,tapi saya juga bingung menamakan rasa ini apa'an?? Lagian,mau dibilang rasis juga gimana? Wong saya blasteran..dibilang cina iya,tapi ada unsur pribumi juga. Ibaratnya saya nih contoh nyata dari Bhineka Tunggal Ika,hehe..
Di sini,saya bertemu orang yang hidupnya dibesarkan dalam perlindungan orang tua dan hidup enak tinggal meminta dan menunggu pemberian orang tua. Cara mereka memandang orang lain yang bukan sesamanya pun kadang bikin saya ga nyaman. Saya sering merinding ketika ada orang lain mendefinisikan suatu ras atau warna kulit tertentu dengan intonasi berbeda dari biasanya.
Tapiiiii...,saya pun kebetulan punya pasangan berkulit coklat dan bukan cina. Pasangan saya ini kalau mau disebut rasis pun bisa dibilang begitu.Dia sering ga nyaman kalau mau belanja di store tertentu dan kebetulan dalamnya kebanyakan orang beda warna dengannya. Doi termasuk garis keras yang ga suka pada kaum saya,dan akhirnya kualat malah jatuh hati sama perempuan cina alias saya >___<
Saya terbiasa mendidik diri saya untuk tidak merendah pada kaum pria. Dan itu termasuk ketika keluar makan dengan pasangan,tidak selalu dia yang membayari atau keluar uang. Kadang saya yang membayar,dan membelikannya sesuatu yang berharga cukup mahal. Makanya saya agak syok culture,ketika bertemu dengan mereka yang tahunya tinggal terima beres. Seolah perempuan adalah subjek yang tahunya enak aja. Saya justru malu pada diri sendiri jika seperti itu.Merasa bahwa saya dibawa dan dibayari untuk setiap tindakan,lebih seperti perempuan pajangan. Bukan pasangan. Kecuali dalam ikatan pernikahan,ya..itu beda lagi kasusnya. Biasanya pihak perempuanlah yang menangani masalah pembayaran,karena uang suami sudah disetor atau diambil paksa oleh istrinya ^_^
Komentar
Posting Komentar